Wednesday, March 29, 2017

Agama dan Negara


"BAIK ISLAM MAUPUN KRISTEN TIDAK DAPAT MENGKHAYALKAN NEGARA YG TERPISAH DARI AGAMA. KARENA JIKA NEGARA TERPISAH DARI AGAMA, HILANGLAH TEMPAT DIA DITEGAKKAN."

Pidato Ketua Umum MUI pertama, Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah itu disampaikan di hadapan para Pemuka Agama Kristen dan Aktifis Kristen, di Sekolah Tinggi Theologi Kristen Jakarta, pada 21 April 1970.

Menurut Hamka, Islam memandang bhw negara adlh penyelenggara atau pelayan/ khadam dr manusia. Sedangkan manusia adlh kumpulan dari pribadi2.
Maka tidak dapat tergambar dalam pemikiran bahwa seorang pribadi, karena telah bernegara, dia pun terpisah dengan sendirinya dari agamanya.

BERIKUT INI ADALAH ISI PIDATO SANG BUYA YANG DISAMPAIKAN DI HADAPAN PARA TOKOH KRISTEN:

"PAYAHLAH memikirkan bahwa seorang yang memeluk suatu agama, sejak dia mengurus negara, agamanya itu musti disimpannya.

Anggota DPR kalau pergi ke sidang, agamanya tidak boleh dibawa-bawa, musti ditinggalkannya di rumah.
Kalau dia menjadi menteri, selama Sidang Kabinet, agamanya musti diparkirnya bersama mobilnya di luar.
Dan kalau dia menjadi Kepala Negara, haruslah jangan memperlihatkan diri sebagai Muslim atau Kristen selama berhadapan dengan umum.
Simpan saja agama itu dalam hati. Nanti sampai di rumah baru dipakai kembali.

SAYA PERCAYA BAHWA CARA YANG DEMIKIAN HANYA AKAN TERJADI PADA ORANG-ORANG YANG MEMANG TIDAK BERAGAMA.
Sebab memang tidak ada pada mereka agama yang akan disimpan di rumah itu, atau diparkir di luar selama Sidang Kabinet.

Kalau dia seorang Muslim yang jujur atau seorang Kristen yang tulus, agama yang dipeluknya itulah yang akan mempengaruhi sikap hidupnya, di luar atau di dalam parlemen, di rumah atau di Sidang Kabinet, dalam hidup pribadi atau hidup bernegara.

Dia akan berusaha melaksanakan segala tugasnya bernegara, menurut yang diridhai oleh Tuhan yang dia percayai.
Dan dia akan menolong agamanya dengan kekuasaan yang diberikan negara kepadanya, menurut kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Begitulah dia, kalau dia Islam.
Begitulah dia, kalau dia Kristen."

BUYA HAMKA BERKESIMPULAN:

Seorang Kristen yang benar, tidaklah akan mau menerima gagasan, kalau dengan gagasan itu mereka diajak memisahkan kegiatan hidupnya dengan yg diajarkan oleh Isa Almasih.

Padahal, Almasih telah memerintahkan ummatnya untuk menegakkan Syariat Musa, dimana satu titik pun, satu noktah pun, tidak boleh diubah.

Jadi ketiga agama langit, yaitu Islam, Yahudi, dan Nasrani, sebenarnya merupakan agama Aqidah dan Syariat. Dimana pengikutnya wajib mentaati apa yg dituliskan dalam Aqidah, dan tidak boleh mengingkari apa yg diwajibkan oleh Syariat.

Buya Hamka menentang kemungkinan seseorang yg beragama Islam atau beragama Kristen, pada saat yg sama ia menjadi Sekular.

MENURUT HAMKA, NEGARA DAN AGAMA ADALAH SATU KESATUAN. Sehingga wajar dan bukan SARA jika umat Islam ingin dipimpin oleh pemimpin Islam, dan orang Kristen memilih pemimpin Kristen. Karena memang begitulah aturan di agama masing-masing.

-------

Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah, pemilik nama pena Hamka adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar.

No comments:

Post a Comment