Monday, February 9, 2015

teori bungkus permen, otomotif nasional, dan esemka

Tentang Esemka, motor ber-merk Kanzen merupakan motor nasional yang pada tahun 2008 (?) didaulat untuk bekerja sama dengan Direktorat SMK, mewujudkan motor Esemka. Prestasi terakhir motor Esemka Kanzen adalah berkolaborasi dengan lebih dari 30 SMK se-Indonesia, mulai dari pengecekan komponen, perakitan, pengujian unit motor, sales, dan bengkel. Maka tidak heran, bila dalam program motor Esemka ini ada know-how yang ditularkan secara detil kepada anak bangsa siswa SMK karena di SMK-SMK tersebut dibangun fasilitas pabrikasi, walau dalam bentuk "mini" alias tidak sebesar pabrik aslinya, namun fasilitas - fasilitas itu ada dan mewakili sesuai dengan standar pabrik, mulai dari kereta komponen, konveyor, alat kerja, dan sebagainya.

Keuntungannya adalah, siswa SMK yang biasanya cuma berkesempatan praktek kerja industri sekitar 3-6 bulan, dengan adanya lini perakitan tersebut siswa SMK bisa menggunakannya bahkan selama dua tahun sekalipun terserah mereka. Karena fasilitas tersebut ter-install di sekolah mereka.

Motor Esemka berbeda cukup jauh dengan Mobil Esemka (yang di-endors oleh Pak Jokowi). Mobil Esemka-nya pak Jokowi masih berkutat dengan prototipe, jumlahnya juga masih belasan, dan kemungkinan masih Off The Road. Hal itu karena belum terbentuknya sistem industri, sementara motor Esemka sudah terindustrialisasi, dan hingga tahun 2010 tercatat lebih dari 500 motor Esemka yang sudah On The Road dan diperjual-belikan secara bebas.

Tentang otomotif nasional, pabrikasi otomotif pertama nasional adalah PT. Semesta Citra Motorindo, produsen motor Kanzen, yang pada sekitar tahun 2004-2005 merubah namanya menjadi PT. Kanzen Motor Indonesia, seiring dengan rilisnya motor Kanzen-Taurus, motor semi-trail yang riset hingga manufaktur-nya merupakan karya olah anak - anak lokal bangsa Indonesia, dan diluncurkan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, di plant Karawang, Jawa Barat. Taurus merupakan sepeda motor pertama di dunia yang diciptakan dengan tangki ganda bahan bakar sehingga kapasitasnya nyaris dua kali lipat tangki motor umumnya. Pabrik ini mengalami surut medio 2008, tidak berproduksi sama sekali pada akhir 2010, dan kemudian ditutup pada pertengahan 2013.

Teori bungkus permen, adalah teori berkaitan dengan kondisi otomotif nasional. Dimana seperti kita ketahui, semenjak era 70-an hingga 40 tahun industri otomotif dikuasai oleh merk Jepang. Bungkus permen mempunyai dua bundelan, satu di ujung kiri dan satu kanan, dengan gelembung manis ditengah - tengahnya. Gambarannya, gelembung tengah itu adalah pabrikasi, boleh besar, manis. Namun, untuk menikmatinya harus mampu membuka bundelan kiri dan kanannya. Ini bukan pekerjaan mudah, karena bundelan kiri adalah problem hulu dari industrialisasi otomotif nasional, yakni masalah penyediaan komponen. Sudah jamak, industri komponen yang men-supply ke industri otomotif Jepang, akan kuatir dikenakan penurunan order dari 'saudara tua' --atau bahkan dicabut,-- bila perusahaan komponen tersebut kepergok mengirimkan komponennya ke industri otomotif nasional. Ini bukan masalah salah-benar. Tapi hukum pasar memperbolehkan hal itu. Juga ketika industri otomotif nasional berhasrat membangun industri hulu, katika satu pabrik komponen sudah tegak, maka pabrik baru itu tidak kuasa menahan godaan tawaran order dari saudara tua, walau harus meninggalkan siapa yang berkontribusi mendirikannya. Dalam dunia bisnis, tidak dikenal pepatah "lupa kacang akan kulitnya". Ini adalah bundelan bungkus permen yang pertama, alias problem hulu.

Permen memiliki dua bundelan, dan bundelan kedua adalah problem hilir di sisi penjualan berkaitan dengan leasing. Leasing - leasing yang sudah ada cenderung marked untuk brand Jepang. Dan sangat tidak memprioritaskan merk nasional yang notabene merk baru. Ini juga bukan suatu kesalahan, karena ini bisnis. Jangan heran ketika sebuah motor nasional rilis dari pabrik dengan harga murah, entah kenapa, ketika menjejak dealer, maka harganya melonjak tinggi. Sehingga konsumen-pun ogah meliriknya. Brand yang belum populer dianggap sebagai faktor yang mampu melonjakkan harga tadi, disamping faktor - faktor lain. (haris fauzi)