Thursday, November 10, 2016

Para Pendemo adalah Pemecah Belah Bangsa?

*Para Pendemo adalah Pemecah Belah Bangsa?*

Pada awal Januari tahun 1918, surat kabar harian bernama "Djawi Hisworo" pernah muncul suatu artikel yang berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Artikel tersebut ditulis oleh Djojodikoro, berjudul "Pertjakapan Antara Martho dan Djojo". Artikel itu memuat kalimat bertuliskan,

"Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem AVH, minoem opium, dan kadang soeka mengisep opium."

Kalimat itu secara jelas menuduh Nabi SAW adalah pemabuk dan suka mengonsumsi opium. Sontak, artikel tersebut mendapat reaksi besar dari masyarakat Muslim waktu itu. Salah satu tokoh Islam, yaitu H.O.S Tjokroaminoto bahkan segera membentuk organisasi bernama Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM). Struktur TKNM ini terdiri dari

Ketua : HOS Cokroaminoto
Bendahara: Syekh Roebaja bin Ambarak bin Thalib
Sekretaris : Sosrokardono

Setelah dibentuk, TKNM menyeru kepada masyarakat Indonesia untuk menghadiri perkumpulan besar yang berlokasi di Kebun Raya Surabaya pada 6 Februari 1918. Perkumpulan ini diadakan sebagai sikap kaum muslim terhadap penghinaan Nabi SAW.

Tahukah berapa kaum muslim yang ikut dalam aksi tersebut? Tidak kurang dari 35.000 orang! Tuntutannya hanya 1, yaitu mendesak pemerintah Hindia Belanda dan Sunan Surakarta untuk segera mengadili Djojodikoro dan Martodarsono (pemilik surat kabar) atas kasus penistaan Nabi SAW.

Di waktu itu, media tidak seperti sekarang. Tidak ada sosial media facebook, twitter, dan tidak ada TV. Radio pun hanya segelintir orang yang punya. TNKM hanya bermodalkan pesan lisan dan media seleberan kertas untuk mengumpulkan massa sebesar itu. Dan tentunya tidak ada bayaran atau nasi bungkus untuk mengumpulkan mereka. Jadi bisa dibayangkan betapa besarnya kemarahan masyrakat Muslim Indonesia mengetahui Nabi mereka dihina.

========================

Belajarlah sejarah lebih banyak lagi jika masih bilang aksi bela Qur'an adalah upaya memecah belah bangsa. H.O.S Cokroaminoto adalah pahlawan nasional yang tidak diragukan lagi jasanya dalam perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia.

Jadi beranikah anda bilang H.O.S Cokroaminoto adalah penebar isu sara.? Beranikah anda bilang beliau berusaha memecah belah bangsa.? Beranikah anda bilang 35.000 massa yang berkumpul di tahun 1918 itu adalah orang-orang bodoh yang tidak mengerti  makna toleransi.?

Kalau anda berani, bisa jadi justru anda yang penebar isu sara, andalah yang memecah belah bangsa dan anda mungkin termasuk orang bodoh yang tidak tahu toleransi.

~ Ahmad Ghilman
diambil dari buku "Jang Oetama : Jejak Perjuangan H.O.S Tjokroaminoto" karya A.D Mulawarman

Risalah Jogja

RISALAH JOGJA

Dalam silaturrahim ummat sebagai tindak lanjut gerakan bela Al Quran, perwakilan berbagai unsur keummatan di Yogyakarta yang berkumpul di Masjid Jogokariyan pada Kamis 10 November 2016 telah berkoordinasi dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI.

KH Bachtiar Nashir selaku Ketua GNPF MUI dari Jakarta melalui telepon menyampaikan agar kita terus menjaga semangat dan kewaspadaan. Aksi Damai Bela Islam Jilid III tetap akan kita selenggarakan dengan tema besar 'BELA AL QURAN'. Waktu pelaksanaan akan ditentukan saat habisnya tenggat waktu 2 pekan (18 November 2016) dengan terus mencermati perkembangan penanganan kasus penistaan Al Quran.

Aksi Damai ini harus terus dimurnikan sebagai pembelaan terhadap Al Quran dari berbagai isu lain yang membelokkannya, bahkan adu domba antar ummat Islam mungkin akan terjadi dengan demonstrasi lain dengan isu lain. Tapi kita akan tetap istiqamah insyaallah.

Jangan sampai euforia kesuksesan kecil setelah Aksi Bela Islam Jilid II kemarin melemahkan kita seperti terjadi pada Perang Hunain setelah Fathu Makkah. Maka risalah ini menyerukan:

1. Mari ajak seluruh ummat menjaga dan merutinkan tilawah Al Quran. Jadikan kemesraan dengan Al Quran sebagai sumber kekuatan keyakinan, fikrah, dan akhlaq perjuangan kita.

2. Mari ajak seluruh ummat menghayati kandungan makna Surat Al Maidah. Kepada para Ustadz, Guru, dan 'Alim-'Ulama agar menyampaikan kajian tafsir Surat Al Maidah di majelis-majelisnya.

3. Mari ajak seluruh ummat menyemarakkan Gerakan Shalat Berjama'ah di Masjid, sebagai sarana dasar menyatukan langkah dan hati.

4. Ke depan, akan makin banyak yang berkepentingan untuk menunggangi perjuangan kita. Jangan terpancing, jangan melawan dengan melawan, lawan dengan bertahan. Tetaplah bertahan pada syi'ar kita: "Hukum Penista Al Quran dan Pelindungnya!"

5. Teruslah menguatkan komunikasi dan sinergi antar anasir ummat, rapikan koordinasi di bawah komando GNPF MUI, jalin ukhuwah, perbanyak kawan dan sedikitkan lawan.

Dirumuskan di Masjid Jogokariyan, 10 November 2016 pukul 22.30 WIB

Wednesday, November 9, 2016

Ancaman kepada Para Pendukung Ahok

Oleh: Rokhmat S. Labib (Ketua DPP HTI)_

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
_Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan_ (QS Hud [11]: 113).

  Dalam ayat ini ditegaskan, kaum Mukmin dilarang merasa ridha, senang, dan condong terhadap pelaku semua jenis kezhaliman itu. Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, _al-Jami' li Ahkam al-Qur'an_ mengutip beberapa penjelasan para ahli tafsir tentang makna _al-rukûn_. Qatadah berkata, "Artinya, janganlah kalian mencintai dan menaati mereka." Ibnu Juraih berkata, "Janganlah condong atau cenderung kepadanya." Abu al-Aliyah berkata, "Janganlah kalian meridhai perbuatan mereka."

Ditegaskan Imam al-Quruthubi semua pengertian itu saling berdekatan satu sam alain.

Menurut Abu Hayan al-Andalusi dalam tafsirnya, _al-Bahr al-Muhîth_, makna al-rukûn adalah al-mayl _al-yasîr_ (kecenderungan ringan). Ini berarti setiap Muslim wajib membebaskan dirinya dari kezahliman. Bukan hanya dalam praktik, namun sekadar kecenderungan sedikit saja sudah tidak diperbolehkan.

Ungkapan  _al-ladzîna zhalamû_ kian mengukuhkan ketentuan tersebut. Sebab, ungkapan _al-ladzîna zhalamû_ (orang yang berbuat dzalim) lebih ringan daripada _al-zhâlimîn_ (orang yang dzalim). Jika kepada orang yang berbuat zhalim saja sudah dilarang
cenderung kepadanya, lebih-lebih kepada orang-orang yang sudah terkatagori zhalim.

Al-Zamakhsyari memaparkan beberapa perbuatan yang dapat dikatagorikan sebagai cenderung kepada pelaku perbuatan zhalim. Di antaranya adalah tunduk kepada hawa nafsu mereka, bersahabat dengan mereka, bermajelis dengan mereka, mengunjungi mereka, bermuka manis dengan mereka, ridha terhadap perbuatan mereka, menyerupai mereka, dan menyebut keagungan mereka.

Menurut al-Qurthubi larangan ini juga sejalan dengan firman Allah Swt:
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
_Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu]_ (QS al-An'am [6]: 68) 

Perbuatan zhalim itu yang tidak boleh diridhai tidak hanya berlaku terhadap kaum Musyrik, namun berlaku umum. Demikian penegasan al-Syaukani dalam tafsirnya _Fath al-Qadîr_. Termasuk pula di dalamnya terhadap tindakan dan perilaku zhalim penguasa.

Larangan cenderung kepada pelaku kezhaliman itu terkatagori haram. Sebab, orang yang mengerjakannya diancam dengan sanksi yang amat berat, yakni disentuh dengan api neraka. Allah Swt berfirman: _fatamassakum al-nâr_ (menyebabkan kamu disentuh api neraka).

Tak hanya itu, mereka diancam tidak akan mendapat penolong. Allah Swt berfirman: _Wamâlakum min dûniLlâh min awliyâ' tsumma lâ tunsharûn_ (dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan).

Bertolak dari ayat tersebut dan penjelasan para ulama, maka sikap ridha dan senang, apalagi mendukung Ahok merupakan perbuatan terlarang yang diancam dengan neraka.

Betapa tidak, dengan sangat angkuh dia menyebut orang-orang yang dibodohin pakai QS al-Maidah 51 dan macem-macem. Ini sungguh penghinaan yang luar biasa. Bagaimana mungkin al-Quran yang berasal dari Allah Swt disebut sebagai alat pembodoh!

Ketika diminta untuk maaf karena telah menghina al-Quran, dengan sombong dia menyebut bahwa yang dia maksudkan adalah orang-orang rasis dan pengecut yang membodohi orang untuk tidak memilih dirinya dengan menggunakan surat al-Maidah 51.

Sungguh ini melecehkan para ulama. Padahal para ulama hanya menyampaikan salah satu ketentuan hukum Allah Swt bahwa haram memilih dan mengangkat orang kafir sebagai pemimpin.

Perkara ini telah menajdi ijma' (kesepakatan) para ulama.

Al-Qadhi Iyadh _rahimahullah_ berkata:
أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الْإِمَامَةَ لَا تَنْعَقِدُ لِكَافِرٍ وَعَلَى أَنَّهُ لَوْ طَرَأَ عَلَيْهِ الْكُفْرُ انْعَزَلَ
_Para ulama telah sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah bagi orang kafir; dan menjadi kafir  (murtad), maka diberhentikan_ (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, vi/315).

Ibnul-Mundzir _rahimahullah_ berkata :
أجمع كل من يحفظ عنه من أهل العلم أن الكافر لا ولاية له على مسلم بحال
_"Para ulama telah bersepakat bahwa orang kafir tidak boleh diserahi kekuasaan atas muslim dalam keadaan apapun"_ (Ahkaamu Ahlidh-Dhimmah, hal. 237).

Jika mendasarkan pernyataan Ahok, berarti para ulama mu'tabar itu adalah orang-orang yang rasis dan pengecut. Sungguh penghinaan yang luar biasa!

Wahai para pendukung Ahok, tidak adakah rasa marah ketika al-Quran dihina dan dinista?

Tidakkah Anda merasa terhina ketika para ulama yang menyampaikan al-Quran dengan benar dilecehkan serta dituduh rasis dan pengecut?

Jika perasaan itu tidak ada, sebaliknya Anda tetap ridha dan terus membela pelakunya, maka bersiaplah Anda mendapatkan siksa yang amat pedih di neraka.

*_Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb_*

Tuesday, November 8, 2016

Salutnya Siauw

Ustadz Felix Siauw
Saya Salut Pada Mereka

Terus terang, mengikuti berita akhir-akhir ini, saya sangat salut kepada orang-orang yang masih membela penista Al-Quran, atau yang cenderung pada penista Al-Quran itu

Saya salut pada pimpinan penegak hukum yang dari awal terkesan kuat sangat cenderung kepada penista Al-Quran, seolah menjadi jurubicaranya, mengarahkan opininya

Saya salut pada yang disebut-sebut cendekiawan namun tak terusik ketika Al-Quran dilecehkan, dengan berbagai argumen palsu mengalihkan ummat dari kebenaran

Saya salut pada pimpinan pemerintahan yang mencari pembenaran lari dari tugas, lari dari rakyat, lari dari kebenaran, lari dari agama, kemudian menuduhkan ini dan itu

Saya salut pada yang yang katanya "ulama", tapi sama sekali tak ada takutnya kepada Allah, dekatnya dengan pemilik uang, lisannya tak cenderung kepada Islam dan Muslim

Saya salut pada mereka yang berpeci dan berkoko, berkerudung dan berjilbab, tapi senantiasa punya fitnah untuk mereka yang mencintai Al-Quran dan As-Sunnah

Saya salut pada mereka yang selalu menyebut Al-Quran dan As-Sunnah, tapi justru melarang aksi #BelaQuran, tidak hanya itu, juga nyinyir, meleceh dan melucah pasca aksi itu

Saya salut pada reporter dan jurnalis yang turun saat aksi, tapi gagal mendapatkan kebaikan-kebaikan yang tumpah ruah, dan bisa menemukan setitik salah dan alpa

Salut! Mereka bilang, perkataan penista Al-Quran tidak ada indikasi penistaan, mereka anggap jutaan Muslim yang aksi kemarin semua salah dengar, semua bodoh akalnya

Salut! Mereka bilang semua aksi kemarin diprovokasi Buni Yani dan salah transkripnya, seolah jutaan Muslim lain tak bisa memahami video Bahasa Indonesia tanpa transkrip

Salut! Mereka bisa membohongi hati, menutup nurani, tuli terhadap nasihat, angkuh dihadapan ulama, keras didepan kebenaran. Padahal semua sudah nyata-nyata

Salut! Mereka masih menyangka semua peserta aksi 411 kemarin adalah bayaran, demi nasi bungkus, membuat banyak kerusakan, dan berniat anarkis

Selamat buat anda semua yang diatas, kini ummat bisa melihat sebab anda semua sudah menunjukkan jati diri, hingga kami tau siapa anda, dan apa yang anda banggakan....

Monday, November 7, 2016

Bung Jokowi, Jangan Terlambat! M AMIEN RAIS, Mantan Ketua MPR

Bung Jokowi, Jangan Terlambat!
M AMIEN RAIS, Mantan Ketua MPR

=================

Demo ummat Islam yang dipimpin para ulama, zuama, dan habaib Jakarta plus tokoh-tokoh berbagai kalangan (LSM, musisi, politisi, dll) 4 November lalu berlangsung damai. Memang ada kericuhan sekitar pukul 20.00 WIB, tetapi secara keseluruhan aksi itu berakhir damai. Alhamdulillah.

Saya berada di tengah massa pengunjuk rasa yang jumlahnya mungkin tiga kali lebih besar dari demo politik 20 Mei 1998 di halaman gedung DPR/MPR yang dijuluki sebagai people power Indonesia. Saya terharu melihat kehati-hatian para pemuda yang berdemo itu. Terlalu sering saya mendengar seruan para satgas: "Awas, jangan menginjak-injak rumput", "Hei, hei, jangan menginjak tanaman", juga seruan "Hati-hati, hati-hati, provokasi."

Karena itu, di pengujung demo ketika terjadi pembakaran tiga mobil polisi, saya yakin, kejadian itu mustahil dilakukan demonstran. Mereka tulus dan tampak gembira sambil saling mengingatkan bahaya provokasi dari luar. Di samping pekikan takbir, lagu-lagu perjuangan juga terus diperdengarkan.

Soal cinta mereka pada sang saka merah putih juga sangat mengesankan. Seorang Satgas bercerita pada saya, dia dan teman-temannya kecewa berat ketika pada 3 November sore mencari bendera merah putih ke Pasar Senen, ternyata sudah ludes. Bendera merah-putih dengan berbagai ukuran sudah diborong habis peserta demo.

Kita juga melihat bendera merah putih ukuran raksasa dibentangkan di atas kepala ribuan pendemo yang berkerumun di Bundaran Bank Indonesia. Allahu Akbar. Kesetiaan pada agama dan cinta Tanah Air dari lautan manusia itu membuat banyak mata berkaca-kaca. Bahkan, banyak ibu-ibu yang mengusap air mata yang mengalir di pipi mereka.

Bung Jokowi, rasanya demo 4 November lalu adalah terbesar yang pernah terjadi di persada Indonesia. Sekali-kali jangan Anda remehkan. Dari Maluku sampai Aceh, dari Medan sampai Malang, dari Solo sampai Makassar, dari semua kota besar dan mungkin semua kabupaten, masyarakat bergerak ikhlas dan spontan menuntut hal yang sama: Adili Ahok, penista Alquran dan penghina ulama, secepat mungkin.

Tidak mungkin ada seorang tokoh dengan karisma sehebat apa pun, tidak ada koodinator lapangan (korlap) dengan biaya sebanyak apa pun, dan tidak ada kekuasaan yang berasal dari mana pun dapat menggerakkan jutaan anak bangsa dengan tuntutan yang sama.

Bung Jokowi, saya yakin aksi damai 4 November itu digerakkah para malaikat. Ramalan cuaca Badan Meteorologi mengatakan 4 November akan ada hujan lebat. Ternyata? Mendung merata melingkupi Jakarta sehingga demonstran ikut sejuk hatinya, di samping memang sudah diniatkan sejak awal harus menjadi demo sejuk dan damai.

Sesuai ramalan ilmiah BMKG, harusnya Jakarta mengalami hujan dan petir di Jumat siang. Namun tidak ada gerimis, tidak terlihat kilat petir, apalagi geluduk yang sering membarengi hujan lebat. Manusia boleh meramal, tapi takdir Allah yang berjalan.

Bung Jokowi, saya dapat sepenuhnya memahami, bila ratusan ribu (ada yang memperkirakan sekitar satu juta orang) peserta aksi damai 4 November itu sangat kecewa dengan Anda. Bukankah Anda Presiden mereka juga?

Mengapa Anda memilih menghindar dan pergi ke bandara melihat-lihat hal sepele yang bisa Anda tunda kapan saja? Mengapa Anda menggunakan teknik prokrastinasi (mengulur-ulur waktu), mengabaikan hal mendesak yang harus segera diatasi dan mengalihkan perhatian ke sasaran lain yang jelas dapat ditunda?

Ketika kita kaget demo 14 Oktober di depan Balai Kota dan Kantor Bareskrim menghadirkan puluhan ribu orang, dengan tuntutan yang Anda tentu sudah mahfum, tiba-tiba Anda menggebu bicara pungli. Pungli! Teknik prokrastinasi itu ternyata kandas.

Mestinya Bung Jokowi tidak mengulangi teknik yang sama menghadapi demo 4 November, yang menurut saya, sudah sampai ke tahapan unstoppable. Tidak mungkin lagi dapat dihentikan. Dengan memakai teknik apa pun, apakah dengan ancaman, hardikan, dengan iming-iming berbagai janji yang membius, yakinlah, semuanya akan kandas.

Namun Bung Jokowi, kita mengucap alhamdulillah, setelah kita mendengar garansi Anda tentang kasus skandal Ahok yang Anda sampaikan di Istana pada dini hari 5 November. Sikap Anda yang tegas memang sudah ditunggu dalam sebulan terakhir ini.

Setelah Anda kabur menghindar, akhirnya Anda berjanji, "...bahwa proses hukum terhdap saudara Basuki Tjahaja Purnama akan dilakukan secara tegas, cepat, dan transparan" kemudian, Anda mengatakan sesuatu yang melegakan, "Biarkan aparat keamanan menyelesaikan proses penegakan hukum seadil-adilnya." Dus, penegakan hukum atas skandal Ahok yang tegas, cepat, transparan, dan adil.

Bung Jokowi, satu hal penting harus saya ingatkan. Dalam kehidupan orang Jawa, harga diri keluarga, dan harga diri menyangkut hak milik kita wajib kita dilindungi. Guru bahasa Jawa saya di SMP Muhammadiyah Solo menyuruh murid-muridnya menghafal di luar kepala selusinan petatah-petitih Jawa. Antara lain: sadumuk bathuk sanyari bumi, pecahing dada, wutahing ludira, ditohi pati.

Karena Anda juga lahir dan besar di Solo, guru bahasa Jawa Anda tentu juga mengajarkan hal ini. Bila satu atau dua jari lelaki lain berani sembarangan memegang dahi istri, orang Jawa akan mengambil risiko dadanya terbelah dan darahnya tumpah, bahkan nyawa pun dipertaruhkan untuk melindungi kehormatan keluarga. Demikian juga bila sejengkal tanah miliknya diserobot orang lain.

Bung Jokowi, orang beriman menempatkan Allah, Rasul, dan Kitab Suci-Nya jauh di atas sadumuk bathuk, sanyari bumi tersebut. Alquran  surat At-Taubah 24 dengan jelas menerangkan, bila kaum beriman mencintai bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga dekat, harta kekayaan mereka, perniagaan yang ditakuti ruginya, sampai rumah yang disenanginya ternyata lebih besar dari cinta pada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya, maka mereka dipersilakan menunggu keputusan (palu godam) dari Allah.

Bung Jokowi, lautan manusia yang berdemo di depan Istana 4 November lalu sedang mengekspresikan kecintaan puncak pada agama mereka. Kami bukannya tidak tahu kesulitan Anda menghadapi skandal Ahok itu. Ibarat menghadapi buah simalakama, mungkin tepat sebagai analogi posisi Anda menghadapi skandal Ahok. Memang sangat dilematis.

Bila Anda dorong proses hukum yang tegas, cepat, transparan, dan adil, dan hasil logisnya Ahok terkena hukuman badan, sejumlah pemodal yang cukup digdaya yang mungkin telah banyak membiayai kampanye Anda sewaktu maju di Pilkada Jakarta dan kemudian pilpres, akan marah besar.

Karena itu, Anda jadi gamang. Ahok adalah kunci awal untuk melicinkan rencana besar mereka buat negara kita. Ini hipotesis saya.

Sebaliknya, bila Ahok lolos dari jeratan hukum karena praktik hukum Indonesia sering bisa dibengkak-bengkokkan, sebagian rakyat (sebagian besar rakyat, saya yakin), akan membuat perhitungan dengan Anda. Dengan kata lain, people power yang dikhawatirkan banyak kalangan bisa menjadi kenyataan.

Akhirnya, Bung Jokowi, saya harap dalam situasi pelik ini sisa-sisa jiwa petarung Anda dapat muncul lagi. Anda dulu, sebagai wali kota Solo berani menentang keinginan pemodal besar yang ingin membangun mal di atas lahan bangunan kuno bekas pabrik es Saripetojo.

Alasan Anda tegas: keberadaan mal bisa menggerus rezeki rakyat kecil yang sudah puluhan tahun berdagang di sekitar lokasi. Malah bangunan pabrik es itu (didirikan pada 1888) layak dijadikan cagar budaya.

Jiwa petarung Anda muncul lagi setelah jadi presiden. Anda tetap melaksanakan hukum mati 10 orang bandar narkotika, semuanya asing, kecuali satu. Tjahjo Kumolo mengatakan, Anda berprinsip sekalipun ada 1.000 negara lain dan 1.000 Sekjen PBB mengancam, hukum mati tetap dilaksanakan. We were proud of you.

Ayo, Bung Jokowi, kali ini tunjukkan jiwa petarung Anda. Jangan sampai muncul people power di Indonesia gara-gara seorang Ahok. Anda tahu, di Amerika Latin, di Timur Tengah, dan di Asia tidak ada kepala negara dapat mengalahkan people power rakyatnya. Kita sudah dua kali menyaksikan itu di Indonesia. Pada 1966 dan 1998.

Saya yakin Anda bisa. Dengarkan baik-baik masukan dari berbagai kalangan, jangan hanya mendengarkan orang sekeliling yang pasti bermental ABS. Seorang pemimpin runtuh biasanya karena masukan picik orang-orang sekeliling sang pemimpin. Orang-orang yang berpikir jangka pendek dan kehilangan wawasan jangka panjang dan buta, tuli, serta pekok terhadap kepentingan nasional bangsanya.

Bung Jokowi, hari sudah menjelang pagi. Bangun, bangun, bangun..!

Sumber:
http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/11/07/oga35m385-amien-rais-bung-jokowi-jangan-terlambat-part2

Sunday, November 6, 2016

Opini Lain Tentang FPI


Salah persepsi terhadap FPI.

Jaya Suprana bukan nama asing di negeri ini.

Berbagai predikat tersemat pada dirinya. Pengusaha, presenter, penulis, kartunis, bahkan pencipta lagu.

Meski keturunan Tionghoa, Jaya Suprana besar dalam budaya Jawa.

Jaya Suprana mengaku kagum dengan sosok Habib Rizieq.
Karena itulah dia datang ke tempat Habib.

Kedatangannya ke markas FPI, kata Jaya, supaya masyarakat tahu siapa sebenarnya FPI.

"Saya punya acara tv mudah-mudahan Habib Rizieq mau mengisi acara tersebut dan menjelaskan segalanya tentang FPI," kata pembawa acara "Jaya Suprana Show" di TVRI ini.

Untuk FPI, di hadapan jamaah FPI yang mengikuti ta'lim di Petamburan, Pendiri MURI ini berpesan supaya meneruskan perjuangannya.

Menurutnya bila FPI tidak ada
kemaksiatan akan menguasai negeri ini.

"Teruskan perjuangan Anda, jika tidak ada FPI pelan-pelan maksiat akan menguasai negeri ini. Terima kasih, hidup FPI," pungkasnya.

PANDANGAN
Para Ulama
terhadap FPI

1. Buya Yahya:
Umat Islam beruntung dengan adanya FPI.

2. KH. Zainudin MZ:
Apa yang dilakukan FPI sudah tepat.
Saya makmum saja sama beliau (Habib Rizieq)

3. Habib Munzir (Ketua Majlis Rasululllah):
FPI bukan Islam garis keras, tapi lebih tepatnya Islam garis tegas.

4. Ustadz Arifin Ilham:
Siapa yang ingin membubarkan FPI? Kebebasan apa yang ingin dicari?
Saya Muhamad Arifin Ilham mendukung perjuangan Ayahanda Habib Rizieq Syihab. Terus berdakwah dan berjihad .

5. KH. Kholil Ridwan (Mantan Ketua MUI):
Masyarakat hanya melihat apa yang dilakukan FPI, tapi tidak pernah bertanya kenapa FPI melakukan demikian.

6. AA Gym ketika ditanya tentang FPI, beliau menjawab:
"Saya tidak bisa menilai hanya berdasarkan pemberitaan dari media , karena media juga sering kali ada udang di balik batu .
Dalam Al Quran juga dijelaskan bahwa jika kita mendapat satu kabar berita , jangan langsung percaya dan harus bertabayyun
(mengkonfirmasi) terlebih dahulu dari yang bersangkutan.
Kebetulan saya pernah bertemu dengan Habib Rizieq, sewaktu beliau sakit.

Dan Habib berpesan kepada saya:
"Aa…kita bagi tugas ya???
Aa yang menyemai padi, Habib yang membasmi hama."…..
Kurang lebih demikianlah sudut pandang Aa Gym, ulama yang dikenal dengan kelembutan, kesantunan dan Manajemen Qolbunya.

7. Ustadz Felix Siauw (mualaf):
FPI tidak seburuk yang kita pikirkan kalau berbicara tentang premanisme, pemerintah jauh lebih premanisme daripada FPI.

8. KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi'ie
(Pimpinan Umum Perguruan As-Syafi'iyah):
"Kami mengajak segenap umat Islam dan organisasi yang berbasis Islam untuk mendukung keberadaan dan perjuangan FPI, karena kami menilai FPI sangat konkrit dan konsisten dalam memperjuangkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar.

Kami mengajak seluruh umat Islam untuk bersimpati terhadap perjuangan FPI, terus mewaspadai dan tidak terpengaruh provokasi gerombolan Jaringan Islam Liberal (JIL) yang selalu mendiskreditkan dan mengadu domba FPI dengan kelompok anak bangsa lainnya."

9. KH. Hasyim Muzadi (Mantan Ketua Umum PBNU):
"FPI adalah ormas Islam terpopuler di seluruh dunia, FPI lebih jelas NKRI-nya, Saya mendukung perjuangan FPI dalam memberantas kemaksiatan dan aliran sesat di Indonesia."

10. Dr. Salim Segaf Aljufri (Menteri Sosial era Presiden SBY):
"FPI semakin diterima masyarakat, dalam perjalanannya FPI sudah semakin kokoh. In Syaa Allah FPI semakin kokoh, ibarat pohon kalau sudah 15 tahun itu sudah mengakar kemana-mana."

"FPI semakin hari semakin bagus, semakin meningkat dan semakin diterima masyarakat. Saya yakin kedepan FPI bisa melakukan yang terbaik buat bangsa dan negara,"

Ust Imam Hasan T..BorCen

Saturday, November 5, 2016

Perangkap Ahok

PERANGKAP AHOK
Dr. Ichsanuddin Noorsy B.Sc., SH., M.Si

Sukar diingkari bahwa unjuk rasa 4 Nopember 2016 adalah tekanan masyarakat Islam menolak Ahok dan menolak Presiden Joko Widodo melindungi Ahok. Penistaan terhadap Al Qur'an surat Al Maidah 51 merupakan pintu masuk penolakan yang sempurna karena memenuhi syarat filosofis, sosiologis, dan yuridis formal (hukum yang berpijak pada dogma dan kekuatan berpikir rasional dan dibukukan, hukum positif). Penolakan masyarakat ini bertentangan dengan transaksi politik yang sudah dilakukan partai politik. Pengertian transaksi ini berpijak pada teori pertukaran, apapun pertukaran itu. Boleh pertukaran cita-cita, atau kepentingan sesaat (maaf, bisa juga kepentingan sesat walau tidak disadari). Singkatnya, pertukaran dalam pengertian ada pihak-pihak yang saling memberi dan menerima. Dalam model berpikir yang saya bangun sejak pemilu 2004, politik uang di pemilu legislatif akan melahirkan keterwakilan semu (false representative) karena suara diperoleh melalui transaksi finansial. Ada transaksi modal sosial, tetapi lebih merupakan sarana untuk terjadinya pertukaran kekuasaan dengan finansial.  Produk dari keterwakilan semu atau keterwakilan palsu ini adalah perwujudan otoritas semu. Ini juga terjadi pada pemilu eksekutif. Otoritas semu ini merujuk pada rendahnya bobot keterwakilan yang diindikasikan dengan tidak menjalankan, mengubah atau menolak aspirasi masyarakat luas. Dalam proses lebih lanjut, kebijakanpubliknya membuahkan kepastaian semu. Itu tercermin pada keputusan pemerintah yang berbeda dengan kepentingan masyarakat. Atau sebagaimana banyak keputusan peradilan yang tidak mencerminkan rasa keadilan. Itu berarti kepastian hukum hanya berlaku pada pihak tertentu. Keadilan hanya milik orang kaya. Keadilan yang ada terasa hambar dan tidak menghangatkan jiwa interaksi sosial.
Pergelaran itu terjadi pada perilaku politik Presiden Joko Widodo saat demonstrasi dua juta masyarakat Islam. Sebutan pengecut, penakut, menghindar atau perilaku buruk lainnya muncul di media sosial untuk melukiskan sikap menolak Joko atas tekanan masyarakat Islam menolak Ahok. Simpulnya menjadi, sikap masyarakat menolak Ahok disambut dengan sikap Presiden menolak tekanan masyarakat. Sikap menolak masyarakat tentu mempunyai alasan panjang. Perilaku arogannya Ahok, mulutnya yang kasar, kebijakan yang tidak adil, kebijakan anggaran yang off budgeter, dan banyak lagi yang lain. Yang terpenting adalah kasus Rumah Sakit Sumber Waras, kasus Reklamasi, dan kasus penistaan Al Maidah 51. Sementara penolakan penguasa dan penegak hukum berpijak pada hukum formal dan diskresi. Sebagaimana artikel saya tentang "Negara Kekuasaan dan Provinsi Gagal", penguasa dan penegak hukum menggunakan bukan lagi standar ganda, tapi sudah memakai standar yang aman dan nyaman bagi mereka (suitability standard). Itu tercermin pada kata-kata Presiden yang memerintahkan Wapres, Menkopolhukam, Menag, Panglima TNI dan Kapolri untuk menjumpai perwakilan pengunjuk rasa. Sementara yang bersangkutan pergi memeriksa proyek kereta api cepat Kota-Bandara Cengkareng. Joko menolak bisa jadi karena menyadari demonstrasi 4 Nopember ini pun mengarah ke posisi dirinya.
Serta merta masyarakat membandingkan respon Presiden terhadap persoalan Kodok, Warteg, pungli recehan dan pembakar masjid di Tolikara, atau sebagaimana dia suka blusukan dan tanggap bahkan hingga masuk ke gorong-gorong. Kenapa ada dua juta lebih masyarakat Islam yang ingin menjumpainya, Presiden malah pergi dan mewakilkannya ? Dalam perspektif sistem pemerintahan, mendelegasikan kewenangan tidak salah. Tapi dalam perspektif interaksi sosial politik, saya menyebut Joko Widodo bukan representasi muslim, tidak menghargai keyakinan dan aspirasi muslim, tidak peduli pada penistaan Al Qur'an, tidak memahami perjalanan haji dan umrohnya, serta secara terbuka mengambil jarak psikologi dan sosial dengan muslim dan ajaran Islam. Memang Joko Widodo adalah representasi bangsa Indonesia yang 15-17 persen bukan muslim dan Indonesia bukan negara agama sepenuhnya. Jika pemegang kekuasaan dan penegak hukum bersikap arif bijaksana, sepatutnya dan sepantasnya rasa keadilan masyarakat mewujud dalam sikap politik kekuasaan. Diterima atau tidak, penolakan dari Presiden Joko Widodo berakibat dia sedang mempermalukan diri dan keluarganya, walau itu tidak dirasakan, menurunkan bobot wibawanya sebagai Presiden, dan hilangnya penghargaan dan penghormatan masyarakat terhadap lembaga kepresidenan dan pribadinya. Mestinya, Joko Widodo ingat bagaimana Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono ditolak hadir di berbagai kampus akibat kasus Bank Century. Walau mengakhiri jabatan sesuai dengan agenda ketatanegaraan, namun penolakan itu sendiri sudah bermuatan penghinaan terselubung. Itulah risiko demokrasi liberal.
Pada demonstrasi 4 Nop 2016, orang kemudian berpendapat bahwa Joko Widodo adalah Presiden pertama di dunia yang lari saat rakyat berniat baik menjumpainya. Artinya, ummat Islam yang sudah diperangkap dengan demokrasi liberal masih mematuhi suatu sistem sosial politik berbasis kebebasan individu. Dalam kepatuhan itu, tuntutan kelayakan dan kepantasan mereka ditolak.
Kalangan pembela Joko Widodo pasti menyatakan, sistem sudah berjalan. Wapres dan sejumlah menteri sudah mewakili Presiden Joko Widodo. Masyarakat kembali merespon, rupanya Presiden tidak mampu membuat skala prioritas. Memeriksa fisik pekerjaan yang bisa diwakilkan dan pantas dilaksanakan menurut sistem organisasi modern, ternyata jauh lebih penting dari pada menghargai dan menghormati masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Jelas, kilah berkilah untuk membela posisi diri pasti dilakukan. Maka saya mencoba menelusuri kenapa Ahok demikian berarti baik bagi Joko Widodo maupun bagi Parpol pendukung dan pengusungnya.
Ahok pernah menyatakan bahwa Joko Widodo menjadi Presiden berkat dukungan pengembang (developer). Pernyataan ini mengejutkan karena memberi makna bahwa Ahok mengerti mengenai transaksi ini, jika memakai kacamata teori pertukaran. Maka kemelut reklamasi menjadi seru saat Sanusi dan Ariesman menjadi terpidana sementara Aguan tercekal dan datang ke Istana. Peristiwa tindak pidana korupsi inilah yang menodorong terbitnya surat Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi SH tertanggal 19 Apr 2016 No.: 345/-071.78 yang menghentikan pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Prov DKI dan menunggu hasil proses hukum yang sedang berlangsung. Beberapa saat setelah copotnya Rizal Ramli sebagai Menko Maritim dan ESDM yang menolak reklamasi, terbitlah surat Gubernur DKI tertanggal 3 Oktober 2016 No.: 4511/-075.61 tentang Proses Pembahasan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Surat Gubernur Basuki T Purnama ini memohon kiranya DPRD dapat segera menjadwalkan rapat paripurna untuk dua Raperda tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sebelum dua surat ini terbit beredar foto isteri Anggota DPRD dan seorang anggota DPRD dalam pesawat jet pribadi. Dokumen yang saya posting di berbagai grup media sosial itu memunculkan pertanyaan, dalam rangka apa digunakan jet pribadi, jet pribadi milik siapa, dari mana dan mau kemana jet pribadi dengan penumpang khusus itu. Sayangnya pertanyaan ini sulit terjawab. Namun dua surat itu mengindikasikan, Ahok mempunyai posisi tawar yang kuat. Justru dengan posisi tawar ini maka Ahok telah memerangkap Joko Widodo. Mudah-mudahan bukan hal ini yang membuat Joko Widodo kehilangan peluang emas untuk membuktikan kedekatan dirinya dengan rakyat. Muslim Indonesia dan dunia mencatat, demonstrasi damai paling dahsyat itu telah melukai perasaan masyarakat Islam sekaligus membuahkan komitmen proses hukum yang sarat dengan kepentingan penguasa. Menyebut bahwa ada aktor politik dalam kerusuhan di Monas justru menunjukkan sikap yang membangun masyarakat yang terkotak-kotak (separate society) dan mencari kambing hitam sambil memainkan model playing victim. Akankan ini berlanjut ? Jawabnya ya, karena hukum demokrasi liberal adalah pertarungan bebas untuk saling menyingkirkan satu sama lain. Inilah Indonesia hasil reformasi. Padahal demokrasi tunduk pada hukum, hukum tunduk pada konstitusi. Dan berdasarkan perintah konstitusi Joko Widodo yang disumpah dengan menggunakan Al Qur'an. ##
Jakarta, 05 Nopember 2016